Tidak asing di telinga kita (pegiat/praktisi) hukum atau bagi mahasiswa fakultas hukum ketika mendengar kata Memorandum of Understanding atau MoU, istilah ini seringkali muncul berkaitan dengan kontrak, biasanya dalam aktivitas ekonomi bisnis. Akan tetapi, banyak dari kita seringkali mengalamai kerancuan untuk membedakan antara pengertian MoU dengan kontrak atau perjanjian bisnis lainnya. Disisi lain, pandangan para ahli yang beragam dalam melihat kedudukan MoU, semisal, apakah MoU itu memiliki kekuatan mengikat, akibat hukum tertentu, atau perlukah pembuatan MoU sebelum pembuatan kontrak bisnis. Karenanya, melalui tulisan ini, penulis ingin sedikit mengulas dan mengajak pembaca untuk mengenali MoU secara teori, praktik, dan model pendekatan dalam penggunaannya.
Secara gramatikal, MoU terdiri dari dua suku kata, Memorandum dan Understanding, menurut Black’s Law Dictionary memorandum adalah dasar untuk memulai penyusunan kontrak secara formal pada masa datang, sedangkan Understanding diartikan sebagai pernyataan persetujuan secara tidak langsung terhadap hubungannya dengan persetujuan lain, baik secara lisan maupun tertulis (Salim, dkk, 2017:47). Munir Fuady (1997) mendefinisikan MoU adalah perjanjian pendahuluan, dalam arti nantinya akan diikuti dan dijabarkan dalam perjanjian lain yang mengatur secara detail, karena itu MoU berisikan hal-hal yang pokok saja (Salim, dkk, 2017:47).
William F. Fox (1992) mengemukakan ciri-ciri dari MoU, menurutnya terdapat 6 (enam) ciri, yaitu:
Karenanya, menurut hemat penulis MoU dapat diartikan sebagai nota kesepahaman untuk memulai suatu kontrak/perjanjian. Kata “kesepahaman” diartikan saling mengetahui, mengenali dan memahami atas suatu ikatan atau hubungan secara lebih jauh yang nantinya dituangkan ke dalam suatu kontrak. Sejalan dengan itu, `F.X. Suhardana (2008) mengatakan bahwa MoU bukanlah kontrak, kontraknya sendiri belum terbentuk, dengan tegas Suhardana mengatakan bahwa MoU tidak memiliki kekuatan mengikat (Suhardana, 2008:106).
Akan tetapi, pada praktiknya, MoU seringkali dipandang sebagai kontrak dan memiliki kekuatan mengikat para pihak (Suhardana, 2008:107), apabila melihat unsur-unsur yang terdapat di dalam MoU dan pasal 1338 KUH Perdata; “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Artinya, jika MoU itu dibuat secara sah dan memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian sebagai mana dalam pasal 1320 KUH Perdata, maka kedudukan dan/atau keberlakuan MoU bagi para pihak dapat disamakan sebagai undang-undang yang mengikat bagi para pihak.
Menengahi persilangan pendapat ini, Prof. Hikmahanto Junawa mengatakan bahwa “penggunaan istilah MoU harus dibedakan dari segi teoritis dan praktis”, yang artinya, secara paradigmatik dokumen MoU bukanlah dokumen hukum yang mengikat para pihak, dan agar dapat mengikat secara hukum, harus ditindak lanjuti dengan sebuah perjanjian/kontrak. Lebih jauh lagi Prof. Hikmahanto mengatakan, bahwa kesepakatan di dalam MoU lebih bersifat ikatan moral, namun secara praktis MoU disejajarkan dengan perjanjian. Ikatan yang terjadi tidak hanya bersifat moral, tetapi juga ikatan hukum. Isi terpenting bukan pada istilah yang digunakan, tetapi isi atau materi dari nota kesepahaman tersebut (Salim, dkk, 2017:55).
Karenanya, kerangka teroritis ini dapat diterjemahkan dalam praktik dan pendekatannya, bahwa secara materil (isi dan substansi)—MoU tidak sekedar ikatan moral, sebab dari subtansi tersebut yang nantinya menjadi pokok-pokok dalam suatu kontrak/perjanjian. Namun secara formil, MoU dikatakan sebagai sebuah pernyataan kesepakatan.
Sumber dan Referensi:
For more information, you can contact at info@abplawfirm.co.id or chat via Whatsapp +62 819 1459 4540.
This publication is intended for informational purposes only and does not constitute legal advice. Any reliance on the material contained herein is at the user’s own risk. We encourage you to consult with the appropriate professionals if you require legal advice. All ABP Law Firm publications are copyrighted and may not be reproduced without the express written consent of ABP Law Firm.
Jakarta – Conclave Simatupang Kawasan Komersial Cilandak Jalan Raya Cilandak KKO No. 410, RT. 001 RW. 005, Jakarta Selatan, DKI Jakarta 12560 – Indonesia