Arus urbanisasi masyarakat yang begitu tinggi telah menjadikan kebutuhan tanah yang bersifat sementara amat turut diminati pada saat ini. Umumnya tanah-tanah yang bersifat sementara tersebut digunakan untuk dibangun sebuah bangunan yang akan difungsikan sebagai tempat usaha. Karena sifatnya yang sementara oleh sebab itu dapat menekan biaya yang jauh lebih murah jika dibandingan harus memiliki tanah tersebut dengan status hak milik.

Bagi perusahaan-perusahaan pengecer yang langsung menjual produknya kepada konsumen dan menghendaki cabang di setiap daerah (seperti minimarket dan bank) tentu akan lebih memilih tanah yang bersifat sementara dari pada yang bersifat permanen.

Hak Sewa Bangunan

Dalam Undang-Undang nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) diatur hak atas tanah dengan peruntukan yang bersifat sementara yaitu hak sewa untuk bangunan. Ada pun yang dimaksud dengan hak sewa untuk bangunan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 44 ayat (1) UUPA yaitu “Seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanag milik orang lain untuk keperluan bangunan dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.”

Menurut Urip Santoso hak sewa untuk bangunan adalah hak yang dimiliki seseorang atau badan hukum untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah Hak Milik orang lain dengan membayar sejumlah uang sewa tertentu dan dalam jangka waktu tertentu yang disepakati oleh pemilik tanah dengan pemegang hak sewa untuk bangunan.

Kewajiban Membayar Sewa Bangunan

Pembayaran uang sewa tersebut dapat dilakukan satu kali atau tiap waktu-waktu tertentu atau sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan. Namun demikian perlu ditegaskan bahwa perjanjian sewa tanah ini tidak boleh disertai dengan unsur-unsur pemerasan. Apabila melihat Pasal 368 ayat (1) KUHP maka unsur-unsur pemerasan (Afpersing) tersebut dapat berupa menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang atau supaya membuat utang atau menghapus piutang.

Pemegang Hak Sewa

Selanjutnya ada pun yang dapat menjadi pemegang hak sewa ialah:

  1. warga negara Indonesia;
  2. orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
  3. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
  4. badan hukum asing yang mempunya perwakilan di Indonesia.

Perbedaan Sewa Atas Bangunan dengan Sewa Untuk Bangunan

Dalam hak sewa untuk bangunan, pemilik tanah menyerahkan tanahnya dalam keadaan kosong kepada penyewa dengan maksud agar penyewa dapat mendirikan bangunan di atas tanah tersebut. Oleh sebab itu menurut hukum bangunan tersebut merupakan milik penyewa, kecuali ada perjanjian lain. Hal ini berbeda dengan hak sewa atas bangunan, yaitu penyewa menyewa bangunan di atas tanah hak orang lain dengan membayar sejumlah uang sewa dan dalam jangka waktu tertentu. Hak sewa atas bangunan ini dapat contohkan seperti seseorang yang menyewa rumah atau juga menyewa ruko.

Kekhususan Hak Sewa Bangunan

Hak sewa bangunan pada dasarnya merupakan semacam hak pakai yang bersifat khusus. Hak sewa tersebut hanya boleh diadakan untuk mendirikan bangunan. Tanah untuk pertanian tidak boleh disewakan karena bertentangan dengan Pasal 10 ayat (1) UUPA yang menegaskan bawha berdasarkan prinsip land reform telah mewajibkan seorang pemilik tanah pertanian untuk mengerjakannya sendiri. Selain tanah pertanian, Tanah yang dikuasai oleh negara pun tidak dapat disewakan berdasarkan ketentuan Pasal 44 ayat (1) UUPA karena negara bukan pemilik tanah.

Perjanjian Sewa Menyewa

Hak sewa untuk bangunan terjadi dengan perjanjian persewaan tanah yang tertulis antara pemilik tanah dengan pemegang hak sewa untuk bangunan. Untuk menjamin kekuatan hukum perjanjian tersebut dapat dibuat akta dari PPAT dan didaftarkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat.

Pemegang hak sewa untuk bangunan tidak diperbolehkan mengalihkan hak sewa kepada pihak lain tanpa izin dari pemilik tanah. Pelanggaran terhadap larangan ini dapat berakibat terputusnya hubungan sewa menyewa antara pemegang hak sewa untuk bangunan dengan pemilik tanah.  

Dasar Hukum:

  1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)

For more information, you can contact at info@abplawfirm.co.id or chat via Whatsapp +62 819 1459 4540.

This publication is intended for informational purposes only and does not constitute legal advice. Any reliance on the material contained herein is at the user’s own risk. We encourage you to consult with the appropriate professionals if you require legal advice. All ABP Law Firm publications are copyrighted and may not be reproduced without the express written consent of ABP Law Firm.

Share:

More Posts

Send Us A Message

Contact Us

Contact Details

Jakarta – Conclave Simatupang Kawasan Komersial Cilandak Jalan Raya Cilandak KKO No. 410, RT. 001 RW. 005, Jakarta Selatan, DKI Jakarta 12560 – Indonesia​​

Share this: