Hak Guna Bangunan diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah. menurut Pasal 35 ayat (1) UUPA, Hak Guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri selama jangka waktu paling lama 30 tahun. Jangka waktu tersebut atas permintaan pemegang hak dapat diperpanjang paling lama 20 tahun dan kemudian dapat diperbaharui untuk jangka waktu paling lama 30 tahun.
Permohonan perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan hak guna bangunan ini diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Guna Bangunan tersebut atau perpanjangannya. Perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan Hak Guna Bangunan dicatat dalam Buku Tanah pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota Setempat.
Syarat Hak Guna Bangunan
Ada 4 syarat bagi pemegang Hak Guna Bangunan apabila ingin memperpanjang maupun memperbaharuinya:
- Tanah masih digunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak tersebut;
- Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;
- Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak;
- Tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang bersangkutan.
Pemegang Hak Guna Bangunan
Ada pun kriteria subjek hukum yang dapat memiliki hak guna bangunan adalah warga negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Terjadinya Hak Guna Bangunan
Terjadinya Hak Guna Bangunan berdasarkan asal tanahnya terbagi menjadi tiga yaitu hak guna Bangunan atas tanah negara, hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan dan Hak Guna Bangunan atas tanah hak milik.
Hak Guna Bangunan Atas Tanah Negara
Pertama, Hak Guna Bangunan atas tanah negara terjadi dengan keputusan pemberian hak yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional. Hak Guna Bangunan ini terjadi sejak keputusan pemberian Hak Guna Bangunan tersebut di daftarkan oleh pemohon kepada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat unutk dicatat dalam buku tanah dan sebagai tanda bukti haknya diterbitkan sertipikat.
Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Pengelolaan
Kedua, Hak Guna Bangunan atas tanah hak pengelolaan terjadi dengan keputusan pemberian hak atas usul pemegang hak pengelolaan, yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional. Hak Guna Bangunan ini terjadi sejak keputusan pemberian Hak Guna Bangunan tersebut didaftarkan oleh pemohon kepada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat unutk dicatat dalam buku tanah dan sebagai tanda bukti haknya diterbitkan sertipikat.
Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik
Ketiga, Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik, terjadi dengan pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Akta PPAT ini wajib didaftarkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam Buku Tanah.
Pengalihan Hak Guna Bangunan
Hak Guna Bangunan dapat juga dapat dialihkan haknya kepada pihak lain. Bentuk-bentuk pengalihan tersebut dapat berupa jual beli, penukaran, penyertaan modal, penghibahan, dan pewarisan. Pengalihan tersebut dibuktikan dengan akta PPAT dan dengan catatan bahwa Peralihan tersebut harus didaftarkan di kantor pertanahan agar peralihan tersebut sah.
Dalam Peralihan Hak Guna bangunan ada ketentuan khusus, yaitu peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan harus dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pemegang hak Pengelolaan. Demikian pula dengan Hak Guna Bangunan atas tanah milik harus dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pemilik tanah yang bersangkutan.
Kewajiban Pemegang Hak Guna Bangunan
Ada sejumlah kewajiban pemegang hak guna bangunan di antaranya:
- Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya;
- Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannnya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya;
- Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup;
- Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan hak guna bangunan kepada negara, pemegang hak pengelolaan, atau pemegan hak milik sesudah hak guna bangunan itu dihapus;
- Menyerahkan sertipikat hak guna bangunan yang telah hapus kepada Kepala kantor Pertanahan;
- Memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung oleh tanah Hak Guna Bangunan tersebut.
Hak Guna Bangunan Sebagai Jaminan Utang
Hak Guna Bangunan juga dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan. Ada tiga prosedur hak tanggungan atas hak guna bangunan yaitu:
- Adanya Perjanjian utang piutang yang dibuat dengan akta notarial atau akta di bawah tangan sbeagai perjanjian pokoknya;
- Adanya penyerahan Hak Guna Bangunan sebagai jaminan utang yang dibuktikan dengan akta pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai perjanjian ikutan;
- Adanya pendaftaran akta Pemberian hak Tanggungan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam Buku Tanah dan diterbitkan sertipikat Hak Tanggungan.
Kelebihan HGB
Dengan ketentuan sebagaimana di atas, tanah/properti dengan alas Hak Guna Bangunan cukup menjadi Primadona bagi pebisnis-pebisnis muda yang memiliki mobilitas tinggi. Mengutip dari Jimmy Joses Sembiring, setidaknya ada beberapa keuntungan membeli tanah/properti dengan alas hak guna bangunan diantaranya yaitu tidak membutuhkan dana besar untuk memilikinya. Hal ini tidak terlepas dari statusnya karena hanya bersifat sementara saja dalam waktu yang terbatas. Tanah/properti dengan sertifikat HGB juga sering terletak ditempat-tempat strategis sehingga sangat cocok untuk membuka peluang-peluang usaha.
Kekurangan HGB
Namun demikian memiliki tanah/properti dengan alas hak guna bangunan juga memiliki kerugiannya sendiri yaitu jangka waktu yang terbatas. Ketika jangka waktu hak Guna bangunan tersebut habis atau Hak Guna bangunan itu telah hapus, maka akan direpotkan dengan urusan pindah lokasi yang mana tentu akan banyak juga barang barang yang sudah dimiliki ikut dipindahkan. Selain itu juga berkewajiban untuk membongkar bangunan yang ada di atasnya.
Dasar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
- Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah.
For more information, you can contact at info@abplawfirm.co.id or chat via Whatsapp +62 819 1459 4540.
This publication is intended for informational purposes only and does not constitute legal advice. Any reliance on the material contained herein is at the user’s own risk. We encourage you to consult with the appropriate professionals if you require legal advice. All ABP Law Firm publications are copyrighted and may not be reproduced without the express written consent of ABP Law Firm.