Negosiasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang disebutkan pada pasal 1 angka 10 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Kegiatan negosiasi tersendiri tidak dijelaskan lebih merinci di dalam peraturan perundang-undangan. Melainkan definisi alternatif penyelesaian sengketa yang dijelaskan:
“Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.”
Dalam Kamus Bahasa Indonesia definisi negosiasi yaitu proses tawar-menawar dengan jalan berunding untuk memberi atau menerima guna mencapai suatu kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok atau organisasai) dan pihak (kelompok atau negosiasi) yang lain.
Negosiasi dikaitkan dengan Bab II UU Nomor 30 Tahun 1999 mengenai Alternatif Penyelesaian Sengketa, pasal 6 ayat (2):
“2) Penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui alternatif penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dan hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis.”
Alternatif penyelesaian sengketa yang dijelaskan pada pasal 6 ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 1999, pada kata “pertemuan langsung” menunjukan bahwa penyelesaian sengketa dilakukan dengan negosiasi yang mana para pihak atau kuasanya menyelesaikan sengketa tanpa dibantu pihak ketiga atau seorang mediator. Setelah proses tawar-menawar yang dilakukan para pihak, barulah muncul opsi-opsi yang dapat dipilih sebagai jalan keluar dari permasalahan yang disengketakan. Kesepakatan-kesepakatan yang disetujui para pihak wajib dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis atau akta perdamaian.
Kesepakatan tertulis yang sudah dibuat oleh para pihak bersifat final dan mengikat para pihak. Selanjutnya para pihak wajib menandatangani kesepakatan tertulis serta mendaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan.
Tidak berhenti pada pendaftaran kesepakatan tertulis, para pihak juga wajib melaksanakan kewajiban-kewajiban yang tertuang di kesepakatan tertulis sejak pendaftaran dilakukan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.
Dengan berlakunya UU Nomor 30 Tahun 1999 memberikan kepastian hukum terhadap lembaga penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang diharapkan berprosedur informal dan efisien, serta memudahkan masyarakat untuk menyelesaikan sengketa atau beda pendapat dengan model penyelesaian sengketa yang telah disepakati bersama.
Daftar Pustaka:
- Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
- Bahasa, P. (2008). Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
- Suryadi, Soedarmoko, S., Tumpa, H., Sutrisno, S., & Nugroho, S. A. (2000). Laporan Penelitian Alternative Despute Resolution (Penyelesaian Sengketa Alternatif) Dan Court Connected Dispute Resolution (Penyelesaian Sengketa Yang Terkait Dengan Pengadilan). Jakarta: Mahkamah Agung RI.
- Nugroho, S. A. (2009). Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa. Jakarta: PT.Telaga Ilmu Indonesia.
Diperbaharui pada 14/09/2022.