Pembaca yang budiman, bagi mahasiswa dan sarjana hukum tentunya “tak” asing lagi dengan istilah perjanjian, biasa ditemukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum (KUH) Perdata dan beberapa teori hukum. Kali ini penulis sedang tidak membahas tentang definisi perjanjian, kontrak, MoU, dsb (silahkan baca kembali tulisan penulis sebelumnya : https://abplawfirm.co.id/cara-membedakan-mou-perjanjian/.).

Sebelumnya, penulis pernah membahas tentang cara membuat perjanjian dan kontrak. Nah, pada kesempatan kali ini, penulis ingin kembali berbagi ulasan terkait; dalam kondisi apa sajakah perjanjian itu dapat dibuat ? apakah semua perjanjian mesti dibuat dihadapan pejabat berwenang ? apakah perjanjian wajib didaftarkan ? lalu bagaimana pelaksanaannya apabila tidak dibuat dihadapan pejabat berwenang ? mari kita ulas perlahan-lahan.

Perjanjian Di Bawah Tangan

Pertama, pasal 1320 KUH Perdata telah menjabarkan tentang sah-nya persetujuan, yang mana pasal ini menjadi rujukan umum bagi tiap-tiap orang yang ingin mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian. Persetujuan menjadi gerbang awal untuk terjadinya suatu perjanjian, dengan kata lain, artinya, para pihak telah menemukan kesepahaman­­—tentang hal yang akan diperjanjikan.

Kedua, dalam praktiknya, suatu perjanjian tidak mesti dibuat melalui pejabat berwenang, karenanya kita mengenal istilah “bawah tangan” istilah ini muncul dalam pasal 1874 KUH Perdata, yang mana, sesuatu dianggap sebagai tulisan bawah tangan adalah akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat, daftar, surat urusan rumah tangga, dan tulisan-tulisan yang lain yang dapat dibuat tanpa perantaraan seorang pejabat umum.

Jenis Akta

Perjanjian yang dibuat dalam bentuk tulisan dapat berupa akta. Pada umumnya akta itu adalah suatu surat yang ditandatangani, yang memuat keterangan tentang kejadian-kejadian atau hal-hal, yang merupakan dasar dari suatu perjanjian. Akta itu dibedakan dalam 2 (dua) bentuk, yaitu: Akta Otentik dan Akta di Bawah Tangan. Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang sedangkan akta di bawah tangan adalah akta yang dibuat oleh para pihak tanpa perantara pejabat umum yang berwenang.

Tujuan Perjanjian Tertulis

Tentunya saja, selain memiliki tujuan preventif, suatu perjanjian juga menjadi alat bukti pengadilan apabila terjadi perkara/perselisihan. Tujuan preventif yang dimaksud yaitu untuk menegaskan dan melindungi kedua belah dari apa yang telah disepakati secara tertulis. Dan apabila sebagai alat bukti, yaitu digunakan untuk membuktikan kebenaran hubungan hukum yang dinyatakan baik oleh penggugat maupun tergugat, serta meyakinkan hakim dimuka pengadilan. Karenanya, setiap orang yang membuat suatu perjanjian (secara tertulis) mesti memahami betul isi, maksud, dan tujuan dari perjanjian tersebut; hak dan kewajiban apa saja yang dimuat di dalamnya. Sebab, suatu perjanjian akan memiliki hubungan dan akibat hukum bagi para pihak.

For more information, you can contact at info@abplawfirm.co.id or chat via Whatsapp +62 819 1459 4540.

This publication is intended for informational purposes only and does not constitute legal advice. Any reliance on the material contained herein is at the user’s own risk. We encourage you to consult with the appropriate professionals if you require legal advice. All ABP Law Firm publications are copyrighted and may not be reproduced without the express written consent of ABP Law Firm.

Share:

More Posts

Send Us A Message

Contact Us

Contact Details

Jakarta – Conclave Simatupang Kawasan Komersial Cilandak Jalan Raya Cilandak KKO No. 410, RT. 001 RW. 005, Jakarta Selatan, DKI Jakarta 12560 – Indonesia​​

Share this: