RMOLJABAR – Menurut Kamu Besar Bahasa Indonesia ( KBBI) Konsiliasi adalah : “usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan itu “ sedangkan menurut Peter Behrens : 1992 Definisi konsiliasi ini merupakan suatu cara penyelesaian sengketa yang memiliki sifat lebih formal daripada mediasi. Putusan yang kemudian ditetapkan lewat konsiliasi tersebut sifatnya tidak mengikat.
Berdasarkan penjelasan di atas jelas bahwasanya konsiliasi adalah suatu penyelesian permasalahan atau perselisihan lalu bagaimana dengan penerapan dalam Undang Undang di Indonesia ?
Baca Selengkapnya: Mudahnya Menyelesaikan Sengketa dengan Negosiasi
Dalam undang undang penyebutan konsiliasi tercantum dalam Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Aribtrase dan Alternatif Penyelesian Sengketa pada Pasal 1 ayat 10 yang berbunyi
“Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.”
Penyebutan konsiliasi dalam UU 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesian Sengketa telah jelas di sebutkan namun sayangnya tidak ada penjelasan secera detail mengenai apa itu yang di sebut Konsiliasi, berbeda dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dalam pasal 1 angka 13 disebutkan
“Konsiliasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral”.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial jelas memberikan penjelasan mengenai konsiliasi, bahkan dalam UU No 2 Tahun 2004 di berikan penjelasan bukan hanya definisi namun tata cara dan jangka waktu dalam praktek menggunakan konsiliasi terutama dalam perselisihan hubungan industrial.
Selanjutnya penulis ingin memberikan penjelasan mengenai orang yang dapat melakukan konsiliasi atau di sebut konsiliator, konsilator ialah pihak ketiga yang membantu dalam proses konsiliasi artinya para pihak berselisih di bantu oleh konsiliator dalam memberikan serta memfasilitasi agar tercapainya suatu kesepakatan bersama.
Konsiliator sendiri dalam proses konsiliasi lebih bersifat aktif hal ini di kemukakan oleh Endrik Safudin dalam bukunya Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Arbitrase. Malang: Intrans Publishing, 2018. Dalam bukunya pada halaman 63 di sebutkan
“Pihak ketiga dalam konsiliasi berbeda dengan pihak ketiga dalam mediasi, karena konsiliator bersifat lebih aktif dibandingkan dengan mediator”.
Maksud Aktif dalam konsiliasi ialah konsiliator dapat memberikan ajuran tertulis kepada para pihak yang bersengketa, hal ini di jelaskan pula dalam buku Endrik Safudin Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Arbitrase. Malang: Intrans Publishing, 2018 yang menyebutkan.
“Konsiliator bertugas tidak hanya sebagai fasilitator, seperti mediator, namun juga bertugas untuk menyampaikan pendapat tentang duduk persoalan, memberikan saran-saran yang meliputi keuntungan dan kerugian dan mengupayakan tercapainya suatu kesepakatan kepada pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketa”.
Sedangkan dalam Undang Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Pasal 1 Ayat 14 menyebutkan.
“Konsiliator Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut konsiliator adalah seorang atau lebih yang memenuhi syaratsyarat sebagai konsiliator ditetapkan oleh Menteri, yang bertugas melakukan konsiliasi dan wajib memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan”.
Penjelesan Konsiliator dalam Undang Undang Nomor 2 Tahun 2004 secara jelas dan tegas menyebutkan konsiliator.
Lalu setelah penjelasan mengenai konsiliasi dan konsiliator bagaimana kah penerapan konsilasi dalam peraturan di Indonesia?
Penulis telah menyebutkan bahwa terdapat Undang Undang yang mendasari Konsiliasi di antara lain:
1. UU No 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesian Sengketa.
2. UU No 02 Tahun 2004 Tentang Penyelesian Perselisihan Hubungan Industrial.
Namun apakah adakah Undang Undang yang menyebutkan Konsiliasi, dari hasil riset penulis, ada beberapa peraturan yang menyebutkan Konsiliasi yang di antara lain:
1. UU No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia pasal 89 ayat 4 poin b menyebutkan,
“Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan”
b. penyelesaian perkara melalui cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli.
2. UU No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen pada pasal 52 poin a menyebutkan,
“Tugas dan wewenang badan penyelesaian sengketa konsumen meliputi:
a. penyelesaian perkara melalui cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli.
Berdasarkan riset penulis dari kumpulan peraturan Per Undang Undangan yang menyebutkan konsiliasi terlihat bahwa alternative penyelesian sengketa mengenai konsiliasi itu sendiri lebih jelas dan detail di sebutkan dan di jelaskan dalam Undang Undang No 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesian Perselisihan Hubungan Industrial yang menyangkut tata cara, definisi, jangka waktu dan lainya terkait penggunaan konsiliasi dalam suatu penyelesian sengketa, bahkan dalam Undang Undang 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penylesaian Sengketa tidak sebutkan secara gamblang secara jelas mengenai arti dan tata cara konsiliasi, menurut penulis menitik beratkan kepada lembaga alternative penyelesian sengketa dan arbitrase.
Hal ini sangat berbeda dengan Mediasi dan Arbitrase yang jelas di atur dalam UU No 30 Tahun 1999 Arbitrase dan Alternatif Penyelesian Sengketa yang menurut penulis jelas memberikan pandangan tentang Arbitrase serta Perma No 1 Tahun 2016 Jo Perma No 1 Tahun 2008 tentang mediasi , yang menerapkan mediasi serta arbitrase sebagai jalan Altenatif Penyelesian Sengketa, sedangkan penerapan konsiliasi di terutama dalam badan Yudikatif di Indonesia atau Makahamah Agung menerapkan Mediasi sebagain pintu alternatif penyelesian sengketa sebelum masuk dalam ranah persidangan khsusunya perdata.
Sedangkan menurut penulis penerapan konsliasi dalam tataran peradilan umum khusunya perdata amat perlu yang dimana dapat memberikan jalan bagi para pencari keadilan ataupun pihak bersengketa memilih jenis alternative penyelesaian sengeketa selain mediasi, yang dimana mediasi lebih pasif di badingkan Konsiliasi yang aktif tentunya semua berdasarkan kesepakatan para pihak yang bersengketa/ berselisih, dalam hal ini pun penulis akan membuat sebuah tulisan mengenai penerapan mediasi di Indonesia di tulisan selanjutnya.
Maka kesimpulan penulis dalam hal ini mengenai landasan hukum yang menggunakan alternative penyelasaian sengketa yaitu konsiliasi sudah terwujud dengan tercantumnya Konsiliasi dalam Perautran Undang Undang namun penerapan secara menyeluruh menurut penulis belum di lakukan secara maksimal di karena hanya sebagian saja pelaksanaan serta penerapan konsilasi yang menurut penulis terletak pada yang secara jelas dalam hanya UU No 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesian Perselisihan Hubungan Industrial.
Saran Penulis dalam tulisan ini ialah bahwa konsilasi perlu di terapkan secara lebih pada system hukum penyelesian sengekta di Indonesia, dengan membuat aturan khusus atau perubahan mengenai UU No 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penylesaian Sengketa yang menurut penulis sebagai payung hukum mengenai alternative penyelesian sengketa serta perlu nya kajian yang lebih dalam mengenai alternative penyelesian sengketa terutama konsiliasi yang dapat mempertajam penerapannya.
Disclaimer :
Bahwa tulisan ini hanya sebuah opini penulis dan bukan karya ilmiah yang dapat di pertanggung jawabkan, masih perlu kajian yang lebih dalam dari para pakar hukum,akademisi,praktisi yang tentunya hasil tersebut dapat di pertanggung jawabkan.
Sumber :
a. UU No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesian Sengketa.
b. UU No 02 Tahun 2004 tentang Penyelesian Perselisihan Hubungan Industrial.
c. UU No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
d. UU No 08 Tahun 1999 Perlindungan Konsumen
e. KBBI
f. Peter Beherns
g. Hukum Online
h. Endrik Safudin Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Arbitrase. Malang: Intrans Publishing, 2018.